Beberapa hari terakhir, saya disibukkan dengan ujian. OSCA, OSCE, Ujian
Tulis, Ujian Hidup. Rasa-rasanya Ujian Hidup sudah ada sejak lama, tapi tidak
apa-apa. Saya tuliskan juga. Hampir setiap hari dihabiskan untuk menghafal
prosedur tindakan, penghitungan, pengkajian. Tapi pada akhirnya tidak memuaskan
sama sekali. Saya tidak mempelajari hal-hal minor yang seharusnya dianggap
penting. Saya melakukan prosedur dengan urutan yang benar namun ada hal yang
terlewat hanya karena ingin bergerak cepat.
Beberapa notifikasi dari tim redaksi jurnal yang menghubungi saya juga turut
membuat Desember ini menjadi gaduh. Kabar baik dan kabar buruk datang
bersamaan. Kabar baiknya, artikel saya layak publikasi. Kabar buruknya, saya
harus merevisi beberapa hal yang saya sendiri belum tahu bagaimana cara
merevisinya. Belum mempelajari tentang hal itu. Dan setelah saya telisik,
ternyata itu adalah hal dasar yang seharusnya dikuasai sebelum melakukan
penelitian.
Dan dari sana, ada satu hal buruk yang saya sadari dari diri sendiri
Saya belum bisa berjalan pelan-pelan dan sering melewatkan banyak hal. Padahal hidup bukan arena lari cepat. Saya terlalu terburu-buru mencapai sesuatu padahal, Tuhan saja membuat bumi dan seisinya tidak dalam satu hari, tidak sombong meskipun menciptakan semesta dalam sehari saja sangat mungkin bagi-Nya. Tapi saya, yang masih remahan ini merasa sangat ingin berjalan dengan cepat. Mencapai sesuatu secepat mungkin. Semakin cepat semakin bagus. Tapi seringnya, malah banyak hal tertinggal.
Saya sudah tidak lagi menyamai langkah kaki orang lain dan memilih langkah yang berbeda. Tapi, saya belum bisa mengontrol langkah kaki saya sendiri. Melangkah terlalu lebar. Melewati banyak rambu dan pijakan. Payah!
Jadi semoga, tahun 2022 bisa berjalan dengan pelan. Semoga saya tidak melewatkan hal-hal minor. Semoga tidak (lagi) terburu-buru mencapai sesuatu. Sebab hidup bukan arena berlari cepat, jadi saya berharap saya bisa memproses semuanya; pelan-pelan.