• Home
  • About
  • Contact
    • Email
    • Instagram
  • Category
    • Timelapse
    • Thoughts
    • Renjana
  • Kebijakan Privasi
facebook twitter instagram pinterest bloglovin Email

LUMINOUS

when it's all dark, the only thing we need is a light


“Apa cita-cita kamu?”

Bagi saya yang masih duduk di bangku SD dulu, pertanyaan ini sangatlah klise dan mudah dijawab. Chef tentu saja. Dari kecil saya ingin menjadi chef. Tapi beda cerita setelah saya lulus SD. Beranjak remaja, cita-cita saya berubah. Di SMP saya ingin menjadi dosen. Tapi tidak berlangsung lama. Menjadi dosen harus melalui proses pendidikan yang panjang. Bisa tua di sekolah saya nanti. Di awal SMA, orientasi saya tentang cita-cita mulai berubah. Saya mulai mencari pekerjaan yang akan menghasilkan banyak uang dengan waktu yang relative cepat. Saya ingin menjadi pegawai di pertamina, atau holcim saja. Setahun kemudian, cita-cita saya berubah lagi. Menjadi pegawai memiliki banyak celah. Saya bisa di PHK, habis kontrak, dan lain-lain. Cita-cita saya berubah dari waktu ke waktu tapi tidak ada satupun yang terwujud.

Hidup itu dinamis. Manusia itu dinamis. Semesta selalu bergeser dan mau tidak mau kita akan mengikuti pergeseran itu. “Kita bisa melawan arus!” Tentu bisa tapi pada akhirnya bukankah semesta akan menggeser posisimu juga?

Cita-cita saya kemudian berubah lagi. Saya ingin menjadi PNS. Cara tercepatnya adalah masuk sekolah ikatan dinas. Sekretaris daerah adalah hal yang menarik bagi saya waktu itu. IPDN menjadi tujuan utama saya saat kelas 11. Tapi kan saya sudah bilang, semesta selalu bergeser. Dan ya, cita-cita itu harus kandas lagi. Semesta menggeser saya dengan cara lain. Mama tidak setuju. Kemudian saya mengganti cita-cita saya lagi. PKN STAN adalah pilihan terakhir. Boleh ataupun tidak boleh, saya tetap ingin mewujudkan cita-cita terakhir saya. Sudah kelas 12, tidak ada waktu lagi.

Saya belajar dengan tekun. Mulai dari buku, internet, instagram, grup whatsapp, telegram, google classrom, bahkan platform-platform try out online. Saya belajar dengan keras. Bisa dibilang dari pagi hingga pagi. Hingga waktu ujian tiba, semesta lagi-lagi menggeser saya. Saya tidak lulus.

Saya gagal. Saya manusia gagal!

Saya memusuhi semesta. Memusuhi siapa saja termasuk diri saya sendiri. Saya tidak mau makan, tidak mau bangun dari tempat tidur. Saya tidak bicara, tidak melakukan apa-apa. Saya benci semesta!

Sehari setelah saya ujian dan tidak lulus, semesta menggeser saya lagi. Pengumuman SBMPTN mengatakan bahwa saya diterima di satu universitas ternama dengan jurusan keperawatan. Apakah saya bahagia? Tidak sama sekali! Saya semakin membenci semesta.

Mengapa cita-cita yang saya perjuangkan tidak berhasil, sedangkan hal yang tidak pernah saya perhatikan membawa kabar baik?! Kenapa bukan USM saya yang lulus, melainkan UTBK yang bahkan saya tidak belajar untuk mengikutinya?

Semakin bergeser, semakin banyak yang semesta ajarkan pada saya—semoga pada kalian juga. Lambat laun, pemikiran saya terhadap perawat bergeser. Tidak lagi tentang jurusan yang tidak saya inginkan, bukan lagi tentang pekerjaan yang ‘tidak berharga’, bukan lagi tentang seorang ‘pembantu’ dokter—yang mana kata ‘pembantu’ adalah rendahan. Tapi tentang begitu banyak peluang di depan saya. Saya masih bisa melanjutkan cita-cita saya yang dulu: PNS. Pun bisa melanjutkan cita-cita saya yang lain:

Chef? Tidak harus menjadi chef, saya bisa membuka usaha bagi chef-chef di luar sana. Meskipun saya adalah seorang perawat, tidak ada larangan bagi seorang perawat untuk membuka usaha bukan? Dosen? Hanya masalah waktu, saya bisa melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi dan menjadi dosen.

Meskipun tidak semua, tapi andai saja kita bisa merubah sedikit, menggeser pemikiran kita tentang cita-cita, tidak akan ada lagi rasa kecewa dan gagal. Kita tidak akan terus-terusan membenci semesta yang berulang kali menggagalkan usaha kita. Dan pada akhirnya, cita-cita bagi saya bukanlah hal yang harus sama dari waktu ke waktu. Bukan lagi hal yang jadi satu-satunya pemberhentian di kehidupan. Bukankah hidup dan manusia itu dinamis? Jadi bagi saya,

Cita-cita adalah apa yang mampu membuat kita bergerak. Dibantu semesta dan semua pergeserannya, saya yakin kita akan sampai pada suatu cita-cita yang tepat. Tidak mudah, tapi tidak juga menjadi alasan bagi kita untuk menyerah.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts

Categories

Renjana (13) Timelapse (5) Thoughts (3)

Kamu Pembaca yang Ke-

Followers

Popular Posts

  • Salah Apa Aku, Wahai Semesta?
      Malam, pukul dua puluh dua, adalah jadwal kita untuk berbincang tentang banyak hal yang manis dan menyenangkan berdua. Tidakkah kamu meras...
  • Satu-satunya, Segalanya
    Kepada Kamu, seseorang yang telah kujatuhi cinta dengan penuh, percayalah bahwa kamu adalah satu-satunya sosok yang aku mau. Kamu adalah har...
  • HALU: SUATU HARI NANTI
      Hal apa yang lebih menyenangkan daripada menyantap sarapan enak di pagi hari? Hal itu adalah menemanimu di dapur sembari mengalungkan leng...

Blog Archive

  • ►  2022 (6)
    • ►  November 2022 (1)
    • ►  October 2022 (1)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  May 2022 (2)
    • ►  January 2022 (1)
  • ►  2021 (9)
    • ►  December 2021 (3)
    • ►  October 2021 (3)
    • ►  September 2021 (2)
    • ►  January 2021 (1)
  • ▼  2020 (6)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  June 2020 (1)
    • ►  May 2020 (1)
    • ►  February 2020 (2)
    • ▼  January 2020 (1)
      • Semesta, Cita-cita, dan Pergeserannya

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+
  • pinterest
  • youtube
Powered by Blogger.

Created with by ThemeXpose | Delivered by Nur Hidayat