Pukul lima sore, aku duduk termenung menjadi saksi langit
yang kian menjingga. Anak-anak kecil terlihat berlarian pergi ke mushola, mau
mahgrib. Mungkin tak hanya aku, yang merasa bahwa disaat-saat demikian, suasana
menjadi berubah. Tidak seperti jam-jam lainnya yang ‘biasa saja’. Suasana di
sini berubah menjadi magis. Dan tiba-tiba aku terpikirkan tentang alasan-alasan
yang.., mungkin, bisa membuatku tak bisa kembali denganmu.
Kenangan demi kenangan mencuat, mengembalikan ingatan tentang betapa bahagianya kita, dulu. Lagi-lagi aku merindukanmu. Beruntung kita sempat bertemu beberapa waktu yang lalu. Bertukar sapa, bertukar cerita, dan banyak hal. Tak ada kesan yang lebih baik dibandingkan hadirmu. Sebab tak peduli seberapa banyak wajah yang kutemui, akan tetap terkalahkan oleh wajah yang selama ini kutunggu: wajahmu.
Namun, seberapapun banyaknya rindu yang aku punya, tak akan ada nilainya jika dihadapkan dengan kebodohan. Aku telah bodoh karena membuatmu patah dan berantakan. Tapi kebodohanku akan menjadi alasan kuat yang kedua.
Sekotak maaf masih kusimpan dengan baik. Ingin kuberikan
sebenarnya, jika suatu saat nanti ada
kesempatan. Tapi beberapa hal menahanku untuk memberikannya kepadamu. Hal-hal
yang ada di kepala, tentu saja. Kerap kali kupikir, maaf tidak berguna untuk
kesalahan yang tidak biasa. Sedangkan aku sudah salah karena tidak
mempertahankanmu. Aku salah karena menyerah. Aku salah, karena berhenti. Aku
salah karena masih menahanmu dengan hal-hal yang tak kasat mata.
Kesalahan-kesalahan yang tidak biasa.
Seberapa banyak pun kata maaf, tak akan ada nilainya jika dihadapkan dengan kekecewaan yang teramat sangat, kan? Dan kekecewaanmu, akan menjadi alasan yang paling kuat, yang mungkin membuatku tak bisa kembali.
Dan sekarang tanganku tak lagi bisa menggenggam tanganmu. Mataku tak lagi bisa menatap matamu tanpa membuat suasana menjadi canggung. Barangkali aku sudah hilang. Sudah tidak diinginkan. Dan itu menjadi alasan-alasan yang selanjutnya.
Terakhir, aku tak bisa lagi menetap di rumahku yang lama: hatimu, dengan alasan-alasan yang bisa jadi, hanya kamu yang tahu.