• Home
  • About
  • Contact
    • Email
    • Instagram
  • Category
    • Timelapse
    • Thoughts
    • Renjana
  • Kebijakan Privasi
facebook twitter instagram pinterest bloglovin Email

LUMINOUS

when it's all dark, the only thing we need is a light

 


Pukul lima sore, aku duduk termenung menjadi saksi langit yang kian menjingga. Anak-anak kecil terlihat berlarian pergi ke mushola, mau mahgrib. Mungkin tak hanya aku, yang merasa bahwa disaat-saat demikian, suasana menjadi berubah. Tidak seperti jam-jam lainnya yang ‘biasa saja’. Suasana di sini berubah menjadi magis. Dan tiba-tiba aku terpikirkan tentang alasan-alasan yang.., mungkin, bisa membuatku tak bisa kembali denganmu.

Kenangan demi kenangan mencuat, mengembalikan ingatan tentang betapa bahagianya kita,  dulu. Lagi-lagi aku merindukanmu. Beruntung kita sempat bertemu beberapa waktu yang lalu. Bertukar sapa, bertukar cerita, dan banyak hal. Tak ada kesan yang lebih baik dibandingkan hadirmu. Sebab tak peduli seberapa banyak wajah yang kutemui, akan tetap terkalahkan oleh wajah yang selama ini kutunggu: wajahmu.

Namun, seberapapun banyaknya rindu yang aku punya, tak akan ada nilainya jika dihadapkan dengan kebodohan. Aku telah bodoh karena membuatmu patah dan berantakan. Tapi kebodohanku akan menjadi alasan kuat yang kedua.

Sekotak maaf masih kusimpan dengan baik. Ingin kuberikan sebenarnya,  jika suatu saat nanti ada kesempatan. Tapi beberapa hal menahanku untuk memberikannya kepadamu. Hal-hal yang ada di kepala, tentu saja. Kerap kali kupikir, maaf tidak berguna untuk kesalahan yang tidak biasa. Sedangkan aku sudah salah karena tidak mempertahankanmu. Aku salah karena menyerah. Aku salah, karena berhenti. Aku salah karena masih menahanmu dengan hal-hal yang tak kasat mata. Kesalahan-kesalahan yang tidak biasa.

Seberapa banyak pun kata maaf, tak akan ada nilainya jika dihadapkan dengan kekecewaan yang teramat sangat, kan? Dan kekecewaanmu, akan menjadi alasan yang paling kuat, yang mungkin membuatku tak bisa kembali.

Dan sekarang tanganku tak lagi bisa menggenggam tanganmu. Mataku tak lagi bisa menatap matamu tanpa membuat suasana menjadi canggung. Barangkali aku sudah hilang. Sudah tidak diinginkan. Dan itu menjadi alasan-alasan yang selanjutnya.

Terakhir, aku tak bisa lagi menetap di rumahku yang lama: hatimu, dengan alasan-alasan yang bisa jadi, hanya kamu yang tahu.



Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

 


Kita selesaikan saja, ya?

Aku sendiri, kamu sendiri, tidak ada lagi kita. Bisakah?

Mari kita tamatkan apa yang sejujurnya hampir kita mulai. Mari kita letakkan pertanyaan-pertanyaan tanpa menduga-duga apa jawabannya. Mari kita tinggalkan semua yang ada pada kepala dan dada kita, tanpa perayaan, tanpa pertemuan, tanpa air mata yang mengalir dengan tidak sopan. Kita mulai cerita yang baru.

Bisakah?

Meninggalkan cerita lama di awal pertemuan kita. Cerita saat mata kita bertemu pada satu titik yang sama. Cerita saat kita masih mengenakan pakaian yang sama, hitam, putih. Cerita tentang onion ring dan nasi goreng seafood di bahu jalan. Hanya menatap ke depan. Tidak menoleh. Tidak mengingat-ingat. Tidak menangis karena rindu.

Bisakah?

Kita tidak saling membenci, bukan? Tidak akan ada yang merasa tertahan ataupun menahan. Tidak ada yang menunggu. Tidak ada yang terburu-buru.

Kita sudah terbiasa, kan? Tidak marah. Tidak mencari di mana atau siapa yang salah. Tidak berselisih.

Kita selesaikan saja, ya. Tidak perlu kembali jika hanya untuk mengucap sampai jumpa atau kalimat “aku pergi ya” untuk kedua kalinya.


Kita selesaikan saja. Ya?

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

 


Beberapa hari terakhir, saya disibukkan dengan ujian. OSCA, OSCE, Ujian Tulis, Ujian Hidup. Rasa-rasanya Ujian Hidup sudah ada sejak lama, tapi tidak apa-apa. Saya tuliskan juga. Hampir setiap hari dihabiskan untuk menghafal prosedur tindakan, penghitungan, pengkajian. Tapi pada akhirnya tidak memuaskan sama sekali. Saya tidak mempelajari hal-hal minor yang seharusnya dianggap penting. Saya melakukan prosedur dengan urutan yang benar namun ada hal yang terlewat hanya karena ingin bergerak cepat.

Beberapa notifikasi dari tim redaksi jurnal yang menghubungi saya juga turut membuat Desember ini menjadi gaduh. Kabar baik dan kabar buruk datang bersamaan. Kabar baiknya, artikel saya layak publikasi. Kabar buruknya, saya harus merevisi beberapa hal yang saya sendiri belum tahu bagaimana cara merevisinya. Belum mempelajari tentang hal itu. Dan setelah saya telisik, ternyata itu adalah hal dasar yang seharusnya dikuasai sebelum melakukan penelitian.

Dan dari sana, ada satu hal buruk yang saya sadari dari diri sendiri

Saya belum bisa berjalan pelan-pelan dan sering melewatkan banyak hal. Padahal hidup bukan arena lari cepat. Saya terlalu terburu-buru mencapai sesuatu padahal, Tuhan saja membuat bumi dan seisinya tidak dalam satu hari, tidak sombong meskipun menciptakan semesta dalam sehari saja sangat mungkin bagi-Nya. Tapi saya, yang masih remahan ini merasa sangat ingin berjalan dengan cepat. Mencapai sesuatu secepat mungkin. Semakin cepat semakin bagus. Tapi seringnya, malah banyak hal tertinggal. 

Saya sudah tidak lagi menyamai langkah kaki orang lain dan memilih langkah yang berbeda. Tapi, saya belum bisa mengontrol langkah kaki saya sendiri. Melangkah terlalu lebar. Melewati banyak rambu dan pijakan. Payah!

Jadi semoga, tahun 2022 bisa berjalan dengan pelan. Semoga saya tidak melewatkan hal-hal minor. Semoga tidak (lagi) terburu-buru mencapai sesuatu. Sebab hidup bukan arena berlari cepat, jadi saya berharap saya bisa memproses semuanya; pelan-pelan.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Categories

Renjana (13) Timelapse (5) Thoughts (3)

Kamu Pembaca yang Ke-

Followers

Popular Posts

  • Salah Apa Aku, Wahai Semesta?
      Malam, pukul dua puluh dua, adalah jadwal kita untuk berbincang tentang banyak hal yang manis dan menyenangkan berdua. Tidakkah kamu meras...
  • Satu-satunya, Segalanya
    Kepada Kamu, seseorang yang telah kujatuhi cinta dengan penuh, percayalah bahwa kamu adalah satu-satunya sosok yang aku mau. Kamu adalah har...
  • HALU: SUATU HARI NANTI
      Hal apa yang lebih menyenangkan daripada menyantap sarapan enak di pagi hari? Hal itu adalah menemanimu di dapur sembari mengalungkan leng...

Blog Archive

  • ▼  2022 (6)
    • ▼  November 2022 (1)
      • HALU: SUATU HARI NANTI
    • ►  October 2022 (1)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  May 2022 (2)
    • ►  January 2022 (1)
  • ►  2021 (9)
    • ►  December 2021 (3)
    • ►  October 2021 (3)
    • ►  September 2021 (2)
    • ►  January 2021 (1)
  • ►  2020 (6)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  June 2020 (1)
    • ►  May 2020 (1)
    • ►  February 2020 (2)
    • ►  January 2020 (1)

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+
  • pinterest
  • youtube
Powered by Blogger.

Created with by ThemeXpose | Delivered by Nur Hidayat