• Home
  • About
  • Contact
    • Email
    • Instagram
  • Category
    • Timelapse
    • Thoughts
    • Renjana
  • Kebijakan Privasi
facebook twitter instagram pinterest bloglovin Email

LUMINOUS

when it's all dark, the only thing we need is a light



Mungkin ini bukanlah hal yang baru untukmu. Kamu menghela napas, kesal, sebab lagi-lagi malam sudah hampir habis sedangkan kamu masih bertahan, belum mengantuk. Matamu sama sekali belum tertutup, yang ia lakukan hanya berkelana menatapi sudut-sudut kamarmu yang usang, mengikuti gerakan jarum jam di dinding, dan sesekali menatap ke luar. Di luar sangat sepi. Di kamarmu juga sepi. Tidak ada suara lain selain suara di dalam kepalamu sendiri. Hanya di kepalamu yang ramai. Entah ramai karena apa.

Kamu memikirkan tentang masa depan. Tentang bagaimana nanti, bagaimana besok, bagaimana hidupmu di usia dua puluh lima kelak. Tak berapa lama kemudian, kamu memikirkan tentang masa lalu. Mengingat kesalahan-kesalahan yang pernah kamu perbuat kepada orang lain. Kamu merasa bersalah kepada orang lain. Mempertanyakan apakah kamu sekarang adalah orang yang jahat karena pernah melakukan kesalahan di masa lalu.

Tak berapa lama, ingatan tentang hal-hal konyol dan ceroboh di masa lalu muncul. Kamu ingat bahwa hal-hal itu yang pernah membuatmu merasa malu. Kamu menyesal. Kamu mengutuki diri sendiri karena telah bersikap bodoh. Lalu kamu tertawa. Menertawakan diri sendiri yang sama sekali tidak bisa memisahkan perasaan dan pikirannya sendiri. Kemudian kamu bingung dan bertanya. “Aku kenapa sih?”

Tenang....

Percayalah bahwa kamu tidak sendiri. Tidak hanya kamu yang merasakan hal ini.

Dalam hidup, kita pasti akan melakukan kesalahan. Pasti. Disengaja ataupun tidak, tak ada manusia yang luput dari kesalahan. Terlepas dari rasa sesal yang kamu rasakan, ketahuilah bahwa hidup terus berjalan. Tidak baik bagimu untuk terus membawa rasa sesal itu. Rasa sesal hanya akan menggerogotimu. Perlahan-lahan langkahmu akan terhenti hanya karena penyesalan. Kamu tidak mau, kan?

Lantas lepaskan semuanya.

Ketika kamu banyak pikiran, perasaanmu naik dan turun, maka berhentilah sejenak. Stop. Pejamkan matamu dan bernapaslah dengan tenang. Sadari bahwa kamu sedang hidup. Kamu sedang bernapas. Apapun yang terjadi, yang perlu dilakukan adalah sadar. Jika sulit bagimu untuk menyadari, maka diamlah. Kesunyian adalah semesta itu sendiri.

Kamu sudah pernah membaca kan bahwa diri kita adalah ketenangan yang stabil? Bebanmu bukanlah kamu. Sadari bahwa beban dan dirimu adalah dua hal yang terpisah. Maka lepaskan.

Menangislah jika perlu. Menjerit, kalau itu maumu. Sesekali meledaklah. Bagi perasaanmu kepada langit-langit kamar, dengan bantal guling di sebelahmu. Dengarkan lagu sedih, jika itu membuatmu lebih lega. Sampaikan pada doa-doa bahwa kamu sedang tidak baik-baik saja. Sadari bahwa kamu menangis bukan karena lemah. Melainkan karena kamu sudah terlalu kuat menahan semuanya. Menampung semua beban; sendirian.

Jangan menolak perasaanmu sendiri. Jangan menolak apapun. Terima. Sebab beberapa hal tidak bisa diubah, maka terimalah.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

 

Setelah tidak denganmu, aku menyadari bahwa ada banyak hal yang ternyata tidak ikut berakhir meski babak cerita kita telah selesai. Mengkhawatirkanmu misalnya. Merindukanmu. Memikirkanmu. Selalu ingin memastikan bahwa kamu baik-baik saja. Itu semua adalah hal yang tidak pernah selesai meski kita telah berpisah. Mustahil rasanya untuk menyudahi apa yang sejujurnya—oleh hati—masih ingin dilanjutkan. Mustahil rasanya untuk melupakan apa yang—oleh hati—masih diingat-ingat dengan kuat.

Aku gagal dalam mempertahankan kita, dulu.

Dan sekarang,

aku juga gagal dalam hal melepaskanmu.

Aku pernah mencari-cari alasan dan menghindari semua kemungkinan yang memungkinkan aku bertemu kamu hanya agar bisa membuat diriku tenang. Membuat diriku tidak lagi berharap. Tapi nyatanya, semakin banyak alasan yang kucari untuk berhenti mengharapkanmu, semakin banyak kutemukan alasan untuk bertahan dengan harapan itu.

Aku sadar, bahwa tidak semua harapan berhak untuk hidup. Tidak semua harapan benar untuk diutarakan—dengan buru-buru. Terkadang harapan sudah cukup hanya untuk disimpan—dan dikelangitkan. Sebab menyembuhkan luka tidaklah mudah. Dan harapan yang disampaikan dengan cara yang salah, bisa menjadi penyebab luka yang kembali berdarah-darah.

Dan aku tidak ingin membuatmu terluka—untuk kedua kalinya.

Meskipun aku tetap mencintaimu dan berharap bisa kembali denganmu. Tapi ada batasan yang harus aku ikatkan pada tubuhku sendiri. Ada batasan yang—saat ini—tidak bisa aku lewati. Meski rasa ingin memperjuangkanmu besar adanya, tapi tetap ini harus ada batasnya. Sebab aku belum tentu mampu melewati batasan itu. Batasan yang tanpa kubuat sendiri pun sudah ada padamu. Batasan yang menunjukan bahwa aku dan kamu tidak berada pada satu strata yang sama. Adalah hal yang salah jika aku membuatmu menunggu sampai langkah kaki ini bisa menapak di dasar yang sama dengan tempatmu yang amat jauh.

Sungguh melepaskanmu aku tidak mampu,

Tapi menggapaimu juga aku butuh waktu.

Entah kapan. Mungkin nanti. Pasti,

Tapi tidak sekarang.

Yang sekarang aku lakukan adalah sebisa mungkin tidak membuat jarak dengamu. Sebab rindu tercipta dari jarak. Dan tidak ada rindu yang tidak mendesak temu.

Yang sekarang aku lakukan adalah tidak menahanmu. Sebab melihatmu bisa terbang dengan bebas sungguh lebih baik daripada harus melihatmu tertahan dan tidak nyaman dalam waktu yang entah sampai kapan.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Sejak awal, sejak pertemuan pertama yang sama sekali tidak kita rencanakan, aku mencintaimu. Aku tidak paham bagaimana semesta bisa membelokkan tubuhku ke kotamu, bertemu kamu, dan mengenalmu dengan baik. Kita adalah kita yang sama-sama terlahir tanpa tahu seperti apa Tuhan merencanakan hidup, tanpa tahu seperti apa garis yang digoreskan untuk kita lewati atau siapa saja orang yang akan kita temui. Dan pertemuan kita, adalah rencana Tuhan yang paling tidak terduga, tapi aku sangat mensyukurinya. Aku  bersyukur dipertemukan denganmu meski pada akhirnya kita hanyalah kita yang sebatas hampir pernah bersama.

Di balik perpisahan kita yang terpaksa, ketahuilah bahwa aku mencintaimu!

Aku selalu menyayangimu. Bahkan dari awal pertama paragraf ini dimulai, sudah kusampaikan bahwa aku mencintaimu. Namun setiap awal memang selalu terasa manis kan? Yang pahit adalah akhirnya. Dan pertemuan kita tidak salah. Perasaan kita adalah benar. Yang salah adalah kita yang tidak bisa saling mempertahankan dengan baik. Tapi sekali lagi, aku bersyukur bertemu denganmu. Walau tidak lama, tapi aku tidak pernah menyesali pertemuan kita.

Aku kalah.

Satu-satunya pemenang dalam hal ini adalah doaku yang selalu memohon kepada Tuhan agar kamu bahagia. Dan mungkin, menurut Tuhan, bukan aku orang yang akan membahagiakanmu. Mungkin, Tuhan punya pendapat yang berbeda tentang aku untukmu. Mungkin Tuhan berpikir bahwa aku tidak cukup mampu untuk membentangkan senyum indah diwajahmu setiap harinya.

Tapi tahukah kamu bahwa alasan-alasan ini adalah alasan yang kubuat sendiri untuk bisa tahan dengan rasa kehilangan? Tahukah kamu dibalik semuanya aku masih merengek di hadapan Tuhan untuk memintamu kembali?

Tidak perlu terlalu cepat. Aku tidak masalah jika harus menunggu beberapa waktu yang lebih lama. Sungguh tidak apa-apa. Perpisahan ini tidak akan ada apa-apaanya jika suatu hari nanti, Tuhan benar-benar mengizinkan kita bertemu kembali. Bukan sebagai dua orang yang asing. Melainkan dua orang yang sama-sama sudah lebih baik. Terutama aku,


yang semoga sudah lebih pantas untukmu.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Categories

Renjana (13) Timelapse (5) Thoughts (3)

Kamu Pembaca yang Ke-

Followers

Popular Posts

  • Salah Apa Aku, Wahai Semesta?
      Malam, pukul dua puluh dua, adalah jadwal kita untuk berbincang tentang banyak hal yang manis dan menyenangkan berdua. Tidakkah kamu meras...
  • Satu-satunya, Segalanya
    Kepada Kamu, seseorang yang telah kujatuhi cinta dengan penuh, percayalah bahwa kamu adalah satu-satunya sosok yang aku mau. Kamu adalah har...
  • HALU: SUATU HARI NANTI
      Hal apa yang lebih menyenangkan daripada menyantap sarapan enak di pagi hari? Hal itu adalah menemanimu di dapur sembari mengalungkan leng...

Blog Archive

  • ▼  2022 (6)
    • ▼  November 2022 (1)
      • HALU: SUATU HARI NANTI
    • ►  October 2022 (1)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  May 2022 (2)
    • ►  January 2022 (1)
  • ►  2021 (9)
    • ►  December 2021 (3)
    • ►  October 2021 (3)
    • ►  September 2021 (2)
    • ►  January 2021 (1)
  • ►  2020 (6)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  June 2020 (1)
    • ►  May 2020 (1)
    • ►  February 2020 (2)
    • ►  January 2020 (1)

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+
  • pinterest
  • youtube
Powered by Blogger.

Created with by ThemeXpose | Delivered by Nur Hidayat