Salah Apa Aku, Wahai Semesta?

by - June 22, 2022

 

Malam, pukul dua puluh dua, adalah jadwal kita untuk berbincang tentang banyak hal yang manis dan menyenangkan berdua. Tidakkah kamu merasa bahwa waktu menjadi begitu cepat tiap kali kita membuka obrolan virtual setiap malam? Seolah-olah dering telfonmu baru kudengar satu menit yang lalu, tapi ternyata sudah tiga jam kita berbicara ini dan itu.

Namun malam ini berbeda. Waktu berjalan sangat lambat padahal kepala kita sudah lelah berlarian mencari jalan keluar tercepat. Telfon sudah kita matikan padahal duga-duga yang kita simpan sendiri masih menggantung di ambang kata yang tak berhasil kita suarakan. Seandainya waktu hanya berlalu dan tidak memberikan apapun, mungkin malam kita akan baik-baik saja.

Seandainya waktu tidak memberikan apapun, mungkin empat puluh empat hari kita kemarin, hanya akan terasa seperti durasi kosong yang dihabiskan lalu terlupakan dengan mudah. Tapi nyatanya tidak. Nyatanya waktu selalu memberi apapun tanpa diminta. Dan brengseknya, waktu juga bisa merenggutnya dengan paksa.

Ada banyak hal yang sekarang sudah menjelma kamu. Seperti hujan dan petir, mantel biru yang tak bersaku, perdebatan tentang minumanku yang manis tapi pahit di lidahmu. Bahkan kepalaku, yang meski tidak kuminta, pasti akan selalu menoleh ke arah jalan yang menuju ke rumahmu. Kebiasaan-kebiasaan sebelum tidur, sebelum memulai hari, dan pertanyaan tentang ‘besok agenda kamu apa?’ sudah mendarah di tubuhku. Rasa-rasanya, waktu telah memberiku sangat banyak.

Kedatanganmu, pelukmu, perasaanmu yang membalas rasaku dengan setimpal. Lantas apakah semuanya akan hilang begitu saja? Apa waktu akan merenggutnya dengan paksa?

Memangnya aku punya salah apa, Semesta? Lahirku, saja kamu yang atur kan? Kehilanganku juga kamu yang atur. Bisa apa aku?

Bercandamu sudah keterlaluan sekarang!


You May Also Like

0 komentar