• Home
  • About
  • Contact
    • Email
    • Instagram
  • Category
    • Timelapse
    • Thoughts
    • Renjana
  • Kebijakan Privasi
facebook twitter instagram pinterest bloglovin Email

LUMINOUS

when it's all dark, the only thing we need is a light



Kepada Kamu, seseorang yang telah kujatuhi cinta dengan penuh, percayalah bahwa kamu adalah satu-satunya sosok yang aku mau. Kamu adalah harapan yang menjadi tumpuan dari semua perjuangan yang aku lakukan. Kamu adalah satu-satunya hal di dunia ini yang tak akan aku lepas. Tak akan kubiarkan kau menjelma kenangan lalu menghilang dimakan waktu. Meski pada akhirnya kau dan aku mati, aku akan tetap membuatmu abadi. Biar saja jika waktu ingin fana, Kau akan tetap denganku melewati batas yang lebih lama dari kata selamanya.

Percayalah bahwa rasaku kepadamu bukanlah perasaan biasa yang akan hilang karena bosan. Pun bukanlah perasaan yang hanya muncul karena penasaran. Ada nyaman yang selalu hadir setiap kali Kau merapikan rambutku. Ada bahagia yang kurasakan setiap kali kupandangi matamu lalu kutemukan semua hal yang kumau di dalamnya. Ada hangat yang kutemukan dari pelukmu. Ada perasaan yang tak bisa kujelaskan setiap kali mata kita bertemu pada satu titik yang sama. Dan aku tidaklah berpura-pura saat kukatakan bahwa aku benar-benar mencintaimu. Kamulah satu-satunya orang yang aku mau.

Kini baru kusadari bahwa sebelumnya aku tak pernah segigih ini dalam mencintai seseorang. Manusia datang dan pergi, itu sudah menjadi hukum alam tapi perihal kamu, berjanjilah bahwa kamu tidak akan pergi meski seberat apapun rintangannya.

Satu-satunya manusia yang berhak atas damai di antara lengkungan lenganku, atas nyaman dari usapan jari-jemariku yang membelai helai rambut di kepala, atas rebah yang tentram di dada atau kecup manis di lengangnya pagi hari, pada hujan yang deras di malam yang sunyi, serta pada keheningan-keheningan yang magis; satu-satunya manusia yang berhak atas semua hal itu adalah kamu.

Jadi, kumohon tetaplah bersamaku. Tumbuh dan membaru hingga kita menjelma dua manusia yang selalu berubah menjadi lebih baik. Ajarkan aku dewasa dengan cara mencintaimu sepenuhnya. Temani aku hingga kita tiba pada tujuan-tujuan yang telah kita rencakan. Hingga bertambah pencapaian atas impian-impian kita. Jadilah rumah untuk aku pulang. Jadilah tempat berteduh untuk setiap peluh yang jatuh saat kita saling memperjuangkan. Jadilah satu-satunya. Jadilah segalanya.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

 

Malam, pukul dua puluh dua, adalah jadwal kita untuk berbincang tentang banyak hal yang manis dan menyenangkan berdua. Tidakkah kamu merasa bahwa waktu menjadi begitu cepat tiap kali kita membuka obrolan virtual setiap malam? Seolah-olah dering telfonmu baru kudengar satu menit yang lalu, tapi ternyata sudah tiga jam kita berbicara ini dan itu.

Namun malam ini berbeda. Waktu berjalan sangat lambat padahal kepala kita sudah lelah berlarian mencari jalan keluar tercepat. Telfon sudah kita matikan padahal duga-duga yang kita simpan sendiri masih menggantung di ambang kata yang tak berhasil kita suarakan. Seandainya waktu hanya berlalu dan tidak memberikan apapun, mungkin malam kita akan baik-baik saja.

Seandainya waktu tidak memberikan apapun, mungkin empat puluh empat hari kita kemarin, hanya akan terasa seperti durasi kosong yang dihabiskan lalu terlupakan dengan mudah. Tapi nyatanya tidak. Nyatanya waktu selalu memberi apapun tanpa diminta. Dan brengseknya, waktu juga bisa merenggutnya dengan paksa.

Ada banyak hal yang sekarang sudah menjelma kamu. Seperti hujan dan petir, mantel biru yang tak bersaku, perdebatan tentang minumanku yang manis tapi pahit di lidahmu. Bahkan kepalaku, yang meski tidak kuminta, pasti akan selalu menoleh ke arah jalan yang menuju ke rumahmu. Kebiasaan-kebiasaan sebelum tidur, sebelum memulai hari, dan pertanyaan tentang ‘besok agenda kamu apa?’ sudah mendarah di tubuhku. Rasa-rasanya, waktu telah memberiku sangat banyak.

Kedatanganmu, pelukmu, perasaanmu yang membalas rasaku dengan setimpal. Lantas apakah semuanya akan hilang begitu saja? Apa waktu akan merenggutnya dengan paksa?

Memangnya aku punya salah apa, Semesta? Lahirku, saja kamu yang atur kan? Kehilanganku juga kamu yang atur. Bisa apa aku?

Bercandamu sudah keterlaluan sekarang!


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar



Kita duduk pada satu sudut ruangan cafe yang lumayan sepi. Kepalaku masih mengingat dengan sangat jelas garis-garis membentuk kepiting yang terpajang di banyak sudut cafe ini. Cafe yang tidak asing bagiku tapi menjadi kali pertama bagimu. Sorot lampu yang redup di atas kepala kita seolah berusaha menyembunyikan wajahmu dari pandanganku. Tapi sayangnya, pesonamu jauh lebih cerah daripada sorot lampu itu.

Di tempat ini, kita sudah cukup lama duduk berhadap-hadapan, saling memandang, dan saling memalingkan mata. Dan tanpa kita sadari, ada perasaan tak asing yang mengudara dan membentuk atmosfer hangat untuk kita. Padahal di luar gerimis dan ada dua AC yang menyala, tapi..., hatiku terasa hangat.

Waktu terasa begitu lambat karena kita menikmati setiap detiknya. Kita tidak sibuk dengan ponsel masing-masing ataupun tacos dan cheese paradise yang kita pesan. Kita justru sibuk membangun perbincangan yang bermakna tentang kerentanan, kekhawatiran, dan perasaan. Semakin dalam perbincangan kita, semakin kita menyadari bahwa kamu dan aku telah terlalu sibuk berpetualang memandang belahan dunia masing-masing.

Mata kita basah. Kepala kita berpacu pada kalimat-kalimat yang rumit. Namun sayangnya, bibir kita kelu, tenggorokan kita tercekat. Tak ada banyak hal yang bisa kita katakan, tapi ada beberapa hal yang kita pahami bersama-sama.

Bahwa keputusan yang lalu adalah salah. Aku tak seharusnya berhenti berjuang dan kau tak seharusnya berhenti mempertahankan. Bahwa perasaan kita tak pernah berubah. Kamu merindukanku, aku merindukanmu. Kita selalu merasa terikat. Seolah-olah selama petualangan kita memandang belahan bumi yang lain, kita membawa kompas yang rusak. Yang meski seberapapun jauh kita memutari bumi, kompas itu selalu menuntun kita pada satu titik temu yang sama.

Tak ada hal yang bisa kujanjikan padamu selain mengusahakan semampuku agar aku bisa (kembali) bersamamu. Bukan untuk sementara. Melainkan untuk waktu yang jauh lebih lama daripada selamanya. Aku tak ingin menggantungkan kejelasan hubungan kita dan membebanimu dengan banyak pikiran. Tapi, “Apakah ini semua akan berhasil?”

Aku pun tidak tahu. Kamu juga ragu. Tapi kita adalah benar. Dan (hanya) kita yang sama-sama memahami bahwa dalam keadaan yang salah, hal yang benar sekalipun bisa terasa sangat meragukan.

Meski kau dan aku saling mau. Meski telah kita temukan satu titik temu. Belum tentu semesta mau memberi restu. Untuk itu, mari lakukan semampu kita. Berusaha dengan sungguh-sungguh. Dan sisanya, biarkan semesta yang bekerja. Ya?

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Categories

Renjana (13) Timelapse (5) Thoughts (3)

Kamu Pembaca yang Ke-

Followers

Popular Posts

  • Salah Apa Aku, Wahai Semesta?
      Malam, pukul dua puluh dua, adalah jadwal kita untuk berbincang tentang banyak hal yang manis dan menyenangkan berdua. Tidakkah kamu meras...
  • Satu-satunya, Segalanya
    Kepada Kamu, seseorang yang telah kujatuhi cinta dengan penuh, percayalah bahwa kamu adalah satu-satunya sosok yang aku mau. Kamu adalah har...
  • HALU: SUATU HARI NANTI
      Hal apa yang lebih menyenangkan daripada menyantap sarapan enak di pagi hari? Hal itu adalah menemanimu di dapur sembari mengalungkan leng...

Blog Archive

  • ▼  2022 (6)
    • ▼  November 2022 (1)
      • HALU: SUATU HARI NANTI
    • ►  October 2022 (1)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  May 2022 (2)
    • ►  January 2022 (1)
  • ►  2021 (9)
    • ►  December 2021 (3)
    • ►  October 2021 (3)
    • ►  September 2021 (2)
    • ►  January 2021 (1)
  • ►  2020 (6)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  June 2020 (1)
    • ►  May 2020 (1)
    • ►  February 2020 (2)
    • ►  January 2020 (1)

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+
  • pinterest
  • youtube
Powered by Blogger.

Created with by ThemeXpose | Delivered by Nur Hidayat